Ini kisah seorang pemimpin kelas menengah yang dalam posisinya yang
tanggung, harus melakukan pembenahan, perombakan, dan perbaikan. Ini
kisah seseorang yang sebenarnya hanya manajer, tapi karena tindakannya
jadilah dia seorang pemimpin. Kisah ini bermula dari krisis keadaan.
Tentu masih ingat keruwetan tiga bulan lalu. Keruwetan di pelabuhan penyeberangan Merak. Banyak kapal feri rusak. Dermaga tidak kunjung selesai diperbaiki. “Petruk” ada di mana-mana. Antrean mobil yang hendak menyeberang ke Sumatera “mengular kobra”. Bahkan sampai ke jalan tol. Berkilo-kilo meter. Berhari-hari. Ruwet. Kisruh.
Banyak yang pesimistis keadaan bisa segera diurai. Padahal tidak lama
lagi musim mudik Lebaran tiba. Alangkah amburadulnya mudik Lebaran itu
nanti.
Menteri Perhubungan, Pak Mangindaan, beserta seluruh jajarannya, sampai harus terjun ke lapangan. Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Danang S Baskoro, turun tangan langsung. Kami (Kemenhub + Kementerian BUMN)
sepakat untuk mengatasi bersama tanpa saling lempar tanggung jawab.
Rakyat tentu tidak mau tahu siapa punya tugas apa. Rakyat tahunya hanya
satu: pemerintah.
Kami pun sepakat bersama-sama memberikan dukungan pada ASDP. Bukan
hanya untuk mengurai keruwetan hari itu, tapi juga sekaligus
mengantisipasi agar kejadian serupa tidak terulang di hari yang lebih
krusial: mudik Lebaran. Bayangkan kalau keruwetan itu berlanjut ke hari
Lebaran. Alangkah marahnya pengguna jasa penyeberangan.
Direksi ASDP sampai pada kesimpulan: harus ada pemimpin baru di
Merak. Persoalan di Merak sudah menggurita sehingga tambal sulam akan
kalah oleh gurita persoalan. Direksi ASDP memilih satu nama ini:
Supriyanto. Dia dinilai berhasil membenahi penyeberangan
Gilimanuk-Banyuwangi. Kali ini ditugasi membenahi Merak.
Karir Supriyanto di ASDP cukup panjang. Bahkan berliku. Ia pernah
sakit hati lantaran jadi korban gurita di masa lalu. Dia dibuang ke
Kalbar dengan level turun tiga tingkat.
Tapi dia tumpahkan sakit hatinya pada pekerjaan. Dia buat
penyeberangan di Kalbar dari rugi menjadi untung. Dalam waktu hanya enam
bulan. Tentu banyak yang tidak senang. Terutama yang kehilangan
obyekan. Dia pun tidak peduli dengan ancaman: santet maupun parang.
Apa yang pertama-tama dia lakukan saat diterjunkan ke Merak yang begitu ruwet? Pelajaran apa yang bisa diberikan kepada jajaran manajemen tingkat menengah di semua BUMN?
“Saya awali tugas di Merak dengan mengambil alih apel pada setiap
pergantian regu. Selama tujuh hari berturut-turut,” jelasnya. Apel ini
wajib diikuti oleh semua karyawan/karyawati organik, outsourcing,
security, dan cleaning service.
“Saya sampaikan bila mereka melakukan penyimpangan, saya tidak akan
segan-segan memberikan sanksi,” katanya. Dia pernah men-skors 33 orang
yang membandel di Ketapang. Tentu seluruh direksi ASDP juga terjun ke
Merak lebih intensif. Demikian juga pengawasan dari Kemenhub. Mulai dari
menteri, wamen, sampai dirjen.
Tapi tanpa komandan lapangan yang tangguh sulit membayangkan bisa
dilakukan pembenahan keadaan yang begitu ruwet. Alhamdulillah, sejak 11
Juni 2012 antrian truk yang biasanya mengular panjang sampai di jalan tol tidak terjadi lagi. Tapi di balik itu bukan tidak ada cerita. Misalnya kisah dipotongnya atap loket nomor 4 dan 5.
Di masa lalu, untuk memotong atap seperti itu saja diperlukan proses
keputusan yang panjang. Usulan harus diajukan, dianggarkan dan dibahas.
Belum tentu pula disetujui. Padahal yang membahas dan yang harus
menyetujui belum tentu merasakan dampak atap itu pada kelancaran arus
kendaraan. Hanya yang sehari-hari di situlah yang lebih tahu.
Supriyanto langsung ambil risiko: dia potong atap loket no 4 dan 5
itu. Hasilnya, truk bisa dilayani di dua loket itu. Sungguh sepele tapi
selama ini dibuat ruwet. Di masa lalu tindakan manajer seperti ini bisa
disalahkan. Bisa dianggap melanggar prosedur. Bahkan bisa dipakai alasan
untuk menyingkirkannya!
Sebagai orang lama ASDP, Supriyanto paham benar ini: untuk
mendapatkan persetujuan tidaklah mudah. Maka untuk yang satu ini pun dia
tidak menunggu persetujuan: menambal sendiri jalan masuk yang
berlubang-lubang. Jalan yang berlubang dia lihat menjadi salah satu
penyebab macetnya antrean truk di Merak. Lihatlah: memotong atap dan
menambal jalan berlubang. Alangkah dianggap sepelenya problem seperti
ini dalam sebuah manajemen.
Supriyanto juga memutuskan sendiri pembuatan cainstein (beton
pemisah) jalur keluar dari side ramp Dermaga III dan MB Dermaga II.
Agar tertata rapi. Jika tetap menggunakan barier gate seperti selama
itu, akan sering ada truk bersenggolan dan terjadilah keruwetan.
Tentu tidak mudah jalan bagi pemimpin baru yang banyak action seperti
itu. Apalagi saat dia sampai pada kesimpulan harus mengganti manajer
operasi. Penentangan pun datang dari atas dan bawah. Dari luar dan dari
dalam. Tidak hanya penentangan tapi juga ancaman. Tapi Supriyanto tetap
melantik Nana Sutisna sebagai manajer operasi yang baru.
Dengan tim yang baru Supriyanto mulai membenahi jantung persoalan.
Dia sangat tahu, Merak adalah penyeberangan yang banyak pungli,
semrawut, kotor, dan kumuh.
Lebih parah lagi, pengaturan muatan kapal sebenarnya dikendalikan
oleh orang luar! Di Merak mereka biasa disebut petruk (pengurus truk).
Petruklah yang dengan leluasanya berlalu lalang keluar masuk pelabuhan
melalui toll gate dengan menggunakan sepeda motor.
Petruk naik motor! Tidak ada yang berani melarang. Kesannya di Merak
ini tidak memliki aturan. “Saya memiliki rasa optimis dan keyakinan yang
kuat bahwa Merak dalam satu tahun menjadi yang terbaik di Indonesia,”
ujar Danang S Baskoro, yang bangga pada anak buahnya itu.
Danang sendiri terjun langsung di Merak selama Lebaran, tapi kini dia
disertai komandan lapangan yang lebih bisa diandalkan. Maka kalau
selama mudik Lebaran tahun ini Merak banyak dipuji orang, pembenahan
mendasar memang dilakukan di sana. Direksi ASDP Indonesia Ferry sedang
menyiapkan yang lebih besar lagi untuk kebanggaan baru di Merak.
*Dahlan Iskan, Menteri BUMN
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar