Terlahir dengan nama Abid Ghoffar bin Aboe Dja’far atau Ebit G. Ade
di Wanadadi, Banjarnegara 21 April 1954, merupakan anak termuda dari 6
bersaudara, anak Aboe Dja’far, seorang PNS, dan Saodah, seorang pedagang
kain. Dulu ia memendam banyak cita-cita, seperti insinyur, dokter,
pelukis. Semuanya melenceng, Ebiet malah jadi penyanyi — kendati ia
lebih suka disebut penyair karena latar belakangnya di dunia seni yang
berawal dari kepenyairan. Setelah lulus SD, Ebiet masuk PGAN (Pendidikan
Guru Agama Negeri) Banjarnegara. Sayangnya ia tidak betah sehingga
pindah ke Yogyakarta.
Sekolah di SMP Muhammadiyah 3 dan melanjutkan ke SMA Muhammadiyah I.
Di sana ia aktif di PII (Pelajar Islam Indonesia). Namun, ia tidak dapat
melanjutkan kuliah ke Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada karena
ketiadaan biaya. Ia lebih memilih bergabung dengan grup vokal ketika
ayahnya yang pensiunan memberinya opsi: Ebiet masuk FE UGM atau kakaknya
yang baru ujian lulus jadi sarjana di Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto.
Nama Ebiet didapatnya dari pengalamannya kursus bahasa Inggris semasa
SMA. Gurunya orang asing, biasa memanggilnya Ebiet, mungkin karena
mereka mengucapkan A menjadi E. Terinspirasi dari tulisan Ebiet di
bagian punggung kaos merahnya, lama-lama ia lebih sering dipanggil Ebiet
oleh teman-temannya. Nama ayahnya digunakan sebagai nama belakang,
disingkat AD, kemudian ditulis Ade, sesuai bunyi penyebutannya, Ebiet G.
Ade. Kalau dipanjangkan, ditulis sebagai Ebiet Ghoffar Aboe Dja’far.
Sering keluyuran tidak keruan, dulu Ebiet akrab dengan lingkungan
seniman muda Yogyakarta pada tahun 1971. Tampaknya, lingkungan inilah
yang membentuk persiapan Ebiet untuk mengorbit. Motivasi terbesar yang
membangkitkan kreativitas penciptaan karya-karyanya adalah ketika
bersahabat dengan Emha Ainun Nadjib (penyair), Eko Tunas (cerpenis), dan
E.H. Kartanegara (penulis).
Malioboro menjadi semacam rumah bagi Ebiet ketika kiprah
kepenyairannya diolah, karena pada masa itu banyak seniman yang
berkumpul di sana. Meski bisa membuat puisi, ia mengaku tidak bisa
apabila diminta sekedar mendeklamasikan puisi. Dari ketidakmampuannya
membaca puisi secara langsung itu, Ebiet mencari cara agar tetap bisa
membaca puisi dengan cara yang lain, tanpa harus berdeklamasi. Caranya,
dengan menggunakan musik. Musikalisasi puisi, begitu istilah yang
digunakan dalam lingkungan kepenyairan, seperti yang banyak dilakukannya
pada puisi-puisi Sapardi Djoko Damono. Beberapa puisi Emha bahkan
sering dilantunkan Ebiet dengan petikan gitarnya. Walaupun begitu,
ketika masuk dapur rekaman, tidak sebiji pun syair Emha yang ikut
dinyanyikannya. Hal itu terjadi karena ia pernah diledek teman-temannya
agar membuat lagu dari puisinya sendiri. Pacuan semangat dari
teman-temannya ini melecut Ebiet untuk melagukan puisi-puisinya.
Ebiet pertama kali belajar gitar dari kakaknya, Ahmad Mukhodam, lalu
belajar gitar di Yogyakarta dengan Kusbini. Semula ia hanya menyanyi
dengan menggelar pentas seni di Senisono, Patangpuluhan, Wirobrajan,
Yogyakarta dan juga di Jawa Tengah, memusikalisasikan puisi-puisi karya
Emily Dickinson, Nobody, dan mendapat tanggapan positif dari pemirsanya.
Walau begitu ia masih menganggap kegiataannya ini sebagai hobi belaka.
Namun atas dorongan para sahabat dekatnya dari PSK (Persada Studi Klub
yang didirikan oleh Umbu Landu Paranggi) dan juga temannya satu kos,
akhirnya Ebiet bersedia juga maju ke dunia belantika musik Nusantara.
Setelah berkali-kali ditolak di berbagai perusahaan rekam, akhirnya ia
diterima di Jackson Record pada tahun 1979.
Jika semula Ebiet enggan meninggalkan pondokannya yang tidak jauh
dari pondok keraton, maka fakta telah menunjuk jalan lurus baginya ke
Jakarta. Ia melalui rekaman demi rekaman dengan sukses. Sempat juga ia
melakukan rekaman di Filipina untuk mencapai hasil yang lebih baik,
yakni album Camellia III. Tetapi, ia menolak merekam lagu-lagunya dalam
bahasa Jepang, ketika ia mendapat kesempatan tampil di depan publik di
sana. Pernah juga ia melakukan rekaman di Capitol Records, Amerika
Serikat, untuk album ke-8-nya Zaman. Ia menyertakan Addie M.S. dan Dodo
Zakaria sebagai rekan yang membantu musiknya.
Lagu-lagunya menjadi trend baru dalam khasana musik pop Indonesia.
Tak heran, Ebiet sempat merajai dunia musik pop Indonesia di kisaran
tahun 1979-1983. Sekitar 7 tahun Ebiet mengerjakan rekaman di Jackson
Record. Pada tahun 1986, perusahaan rekam yang melambungkan namanya itu
tutup dan Ebiet terpaksa keluar. Ia sempat mendirikan perusahaan rekam
sendiri EGA Records, yang memproduksi 3 album, Menjaring Matahari,
Sketsa Rembulan Emas, dan Seraut Wajah. Sayang, pada tahun 1990, Ebiet
yang “gelisah” dengan Indonesia, akhirnya memilih “bertapa” dari hingar
bingar indutri musik dan memilih berdiri di pinggiran saja. Baru pada
tahun 1995 ia mengeluarkan album Kupu-Kupu Kertas (didukung oleh Ian
Antono, Billy J. Budiardjo (alm), Purwacaraka, dan Erwin Gutawa) dan
Cinta Sebening Embun (didukung oleh Adi Adrian dari KLa Project).
Pada tahun 1996 ia mengeluarkan album Aku Ingin Pulang (didukung oleh
Purwacaraka dan Embong Rahardjo). Dua tahun berikutnya ia mengeluarkan
album Gamelan yang memuat 5 lagu lama yang diaransemen ulang dengan
musik gamelan oleh Rizal Mantovani. Pada tahun 2000 Ebiet mengeluarkan
album Balada Sinetron Cinta dan tahun 2001 ia mengeluarkan album Bahasa
Langit, yang didukung oleh Andi Rianto, Erwin Gutawa dan Tohpati.
Setelah album itu, Ebiet mulai lagi menyepi selama 5 tahun ke depan.
Ebiet adalah salah satu penyanyi yang mendukung album Kita Untuk Mereka,
sebuah album yang dikeluarkan berkaitan dengan terjadinya tsunami 2004,
bersama dengan 57 musisi lainnya. Ia memang seorang penyanyi spesialis
tragedi, terbukti lagu-lagunya sering menjadi tema bencana.
Pada tahun 2007, ia mengeluarkan album baru berjudul In Love: 25th
Anniversary (didukung oleh Anto Hoed), setelah 5 tahun absen rekaman.
Album itu sendiri adalah peringatan buat ulang tahun pernikahan
ke-25-nya, bersama pula 13 lagu lain yang masih dalam aransemen lama.
Kemunculan kembali Ebiet pada 28 September 2008 dalam acara Zona 80 di
Metro TV cukup menjadi obat bagi para penggemarnya. Dengan dihadiri para
sahabat di antaranya Eko Tunas, Ebiet G Ade membawakan lagu lama yang
pernah popular pada dekade 80-an.
Ebiet dikenal dengan lagu-lagunya yang bertemakan alam dan duka
derita kelompok tersisih. Lewat lagu-lagunya yang ber-genre balada, pada
awal kariernya, ia ‘memotret’ suasana kehidupan Indonesia di akhir
tahun 1970-an hingga sekarang. Tema lagunya beragam, tidak hanya tentang
cinta, tetap ada juga lagu-lagu bertemakan alam, sosial-politik,
bencana, religius, keluarga, dll. Sentuhan musiknya sempat mendorong
pembaruan pada dunia musik pop Indonesia. Semua lagu ditulisnya sendiri,
ia tidak pernah menyanyikan lagu yang diciptakan orang lain, kecuali
lagu Mengarungi Keberkahan Tuhan yang ditulis bersama dengan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono.
Dia kemudian Menikah dengan Koespudji Rahayu Sugianto (atau lebih
dikenal sebagai Yayuk Sugianto, kakak penyanyi Iis Sugianto) pada
tanggal 4 Februari 1982, ia dikaruniai 4 anak, 3 laki-laki dan 1
perempuan:
Abietyasakti “Abie” Ksatria Kinasih (lahir 8 Desember 1982)Aderaprabu
“Dera” Lantip Trengginas (lahir 6 Januari 1986)Byatriasa “Yayas” Pakarti
Linuwih (lahir 6 April 1987)Segara “Dega” Banyu Bening (lahir 11
Desember 1989).Mereka bertempat tinggal di kawasan Ciganjur, Jagakarsa,
Jakarta Selatan. Anak sulung Ebiet, Abie juga memiliki bakat musik, dan
sering mewakili Ebiet dalam mengecek sound system menjelang ayahnya
manggung. Ebiet juga seorang penggemar golf, namun sejak terjadinya
bencana tsunami 2004, ia tidak pernah lagi main golf. Tidak seluruh
album yang dikeluarkan Ebiet G. Ade berisi lagu baru. Pada tahun-tahun
terakhir, ia sering mengeluarkan rilis ulang lagu-lagu lamanya, baik
dengan aransemen asli maupun dengan aransemen ulang. Dan pada
tahun-tahun terakhir Ebiet banyak memilih berkolaborasi dengan
musisi-musisi berbakat. Jumlah album kompilasinya yang dikeluarkan
melebihi album studionya. Sejauh ini terdapat sedikitnya 25 album
kompilasinya yang diterbitkan oleh berbagai perusahaan rekam.
Album studio
Camellia I (1979)Camellia II (1979)Camellia III (1980)Camellia 4
(1980)Langkah Berikutnya (1982)Tokoh-Tokoh (1982)1984 (1984)Zaman
(1985)Isyu! (1986)Menjaring Matahari (1987)Sketsa Rembulan Emas
(1988)Seraut Wajah (1990)Kupu-Kupu Kertas (1995)Cinta Sebening Embun
(1995)Aku Ingin Pulang (1995)Gamelan (1998)Balada Sinetron Cinta
(2000)Bahasa Langit (2001)In Love: 25th Anniversary (2007)Masih Ada
Waktu (2008)Tembang Country 2 (2009)Penghargaan
Ebiet G. Ade telah menerima sejumlah penghargaan, antara lain:
18 Golden dan Platinum Record dari Jackson Record dan label lainnya dari
album Camellia I hingga Isyu!Biduan Pop Kesayangan PUSPEN ABRI
(1979-1984)Pencipta Lagu Kesayangan Angket Musica Indonesia
(1980-1985)Penghargaan Diskotek Indonesia (1981)10 Lagu Terbaik ASIRI
(1980-1981)Penghargaan Lomba Cipta Lagu Pembangunan (1987)Penyanyi
kesayangan Siaran Radio ABRI (1989-1992)BASF Awards (1984 –
1988)Penyanyi solo dan balada terbaik Anugerah Musik Indonesia
(1997)Lagu Terbaik AMI Sharp Award (2000)Planet Muzik Awards dari
Singapura (2002)Penghargaan Lingkungan Hidup (2005)Duta Lingkungan Hidup
(2006)Penghargaan Peduli Award Forum Indonesia Muda (2006)Sejumlah
penghargaan dari berbagai lembaga independen.
Grup apresiator dari Ebiet G. Ade dinamakan EBIET G ADE Forever . Komunitas yang kini sudah merambah ke seluruh pelosok tanah air ini dapat bisa ditemukan di grup facebook Ebiet G Ade Forever
Artikel Terkait
Lagu Untuk Sebuah Nama
- Peresmian EGA Forever (Apresiator Musisi Ebiet G Ade)
- Lagunya Dijadikan Backsound Berita Banjir di Ibukota, Ebiet G Ade Rela Tidak Dibayar
- Lirik Ebiet G. Ade - Kembara Lintas Panjang
- Lirik Ebiet G. Ade - Biarkanlah Hati Yang Bicara
- Lirik Lagu Ebiet G. Ade - Cerita Cinta Suminah dan Tukang Sapu
- Konser Amal dan Donor Darah EGAF 2013
- Ebiet G Ade tak pernah bermimpi jadi legend
- Album Ebiet G Ade - Isyu
- Siapakah Sosok Camelia dalam Syair Lagu Ebiet G Ade
- Ebiet G Ade Siap Rilis Lagu Lama di Album Baru
- Garap Album Baru, Ebiet G. Ade Tetap Eksis
- Ebiet G Ade dan Bupati Luncurkan Album Kemiskinan
- Kalender Ebiet G. Ade tahun 2013
- Kalender Tahun 2013 EGA Forever
- Jejak langkah yang tertinggal dari Ebiet G. Ade Concert in Bromo
- Ebiet G. Ade in Bromo, Jawa Timur
- Lirik Lagu Ebiet G. Ade - I Need to Go Home (Aku Ingin Pulang versi Bahasa Inggris)
- Ebiet G. Ade versi midi
- Link download mp3 Ebiet G. Ade feat Adera EGA - Elegi Esok Pagi
- Galeri Ebiet G. Ade dari masa ke masa
- Galeri Ebiet G. Ade (In Love Ebiet G. Ade)
- Untukmu Kekasih
- Sketsa Rembulan Emas
- Rembulan Menangis
- Kosong
Tak Pernah Pupus Rinduku
- Peresmian EGA Forever (Apresiator Musisi Ebiet G Ade)
- Lagunya Dijadikan Backsound Berita Banjir di Ibukota, Ebiet G Ade Rela Tidak Dibayar
- Lirik Ebiet G. Ade - Kembara Lintas Panjang
- Lirik Ebiet G. Ade - Biarkanlah Hati Yang Bicara
- Lirik Lagu Ebiet G. Ade - Cerita Cinta Suminah dan Tukang Sapu
- Konser Amal dan Donor Darah EGAF 2013
- Ebiet G Ade tak pernah bermimpi jadi legend
- Album Ebiet G Ade - Isyu
- Siapakah Sosok Camelia dalam Syair Lagu Ebiet G Ade
- Ebiet G Ade Siap Rilis Lagu Lama di Album Baru
- Garap Album Baru, Ebiet G. Ade Tetap Eksis
- Ebiet G Ade dan Bupati Luncurkan Album Kemiskinan
- Kalender Ebiet G. Ade tahun 2013
- Kalender Tahun 2013 EGA Forever
- Jejak langkah yang tertinggal dari Ebiet G. Ade Concert in Bromo
- Ebiet G. Ade in Bromo, Jawa Timur
- Lirik Lagu Ebiet G. Ade - I Need to Go Home (Aku Ingin Pulang versi Bahasa Inggris)
- Malming EGA Forever Jatim + Donor Darah
- Ebiet G. Ade versi midi
- Link download mp3 Ebiet G. Ade feat Adera EGA - Elegi Esok Pagi
- Galeri Ebiet G. Ade dari masa ke masa
- Galeri Ebiet G. Ade (In Love Ebiet G. Ade)
- Kenangan Bersama EGAF Jatim
- Video Halal Bihalal EGAF Jatim bersama Ebiet G Ade
- Perjalanan Merangkai Bingkai Mimpi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar